Presepsi Tentang Orang Dan Atribusi
A.
Atribusi Ttentang Diri (Self)
Salah satu hal yang menarik dalam teori
atribusi adalah atribusi orang memiliki presepsi berdasarkan kondisi
internalnya sendiri, sama seperti saat mereka memiliki presepsi tentang orang
lain. Sama seperti atribusi tentang
orang lain, dalam atribusi tentang diri sendiri kita juga mencari sebab-akibat
suatu tindakan yang kita lakukan. Hal ini tentunya juga berhubungan dengan
atribusi disposisi dan situasional yang ada. Saat kita bisa mengenal dan
memahami dengan baik faktor-faktor eksternal yang mendorong kita melakukan
sesuatu hal, kita bisa dengan mudah menyebutnya sebagai tindakan yang didasrkan
pada atribusi eksternal atau sitasional. Sebaliknya saat faktor eksternal itu
tidak ada, berarti atribusi diposisi (internal) bisa lebih menjelaskan perilaku
kita.
Setiap hari kita selalu berteman dengan
orang lain, baik yang kita kenal maupun tidak. Disaat itu disadari atau tidak
kita memperhatikan segala tindakan yang mereka lakukan dan setelah itu mulai
berfikir, mengapa ya mereka melakukan hal itu?.
Saat kita mulai melakukan penelitian
dan mencoba menjelaskan perilaku seseorang dengan berusaha memahami perilaku
orang yang sedang kita amati maka kita melakukan proses atribusi di saat itu,
kita berusaha memahami perilaku orang yang sedang kita amati. Atribusi adalah
proses menyimpulka motif, maksud, dan karakteristik orang lain dengan melihat
pada perilaku yang tampak (Baron dan Byrne, 1979). Mengapa manusia melakukan
atribusi? Menurut Myers (1996) kecenderungan memberikan atribusi disebabkan
oleh kecenderungan manusia untuk menjelaskan segala sesuatu (ada sifat ilmuan
dalam manusia), termasuk apa yang ada dibalik perilaku orang lain.
B. Naive Pasychology
Menurut Fritz Heider
yang terkenal sebagai tokoh psikologi atribusi, dasar untuk mencari pejelasan
mengenai perilaku seseorang adalah akal sehat. Orang tidaklah memerulkan suatu
analisis psikologi stribusi, dasar untuk mencari penjelasan mengenai perilaku
seseorang melakukan suatu hal. Secara akal sehat ada dua golongan yang
menjelaskan suatu prilaku. Pertama yang berasal dari orang yang bersangkutan
(atribusi internal), seperti suasana hati, kepribadian, kemampuan, kondisi
kesehatan atau keinginan. Kedua, yang berasal dari lingkungan atau luar,
ancaman, dan keadaan cuaca.
Misalnya, seseorang
mendapatka IP yang jelek. Penyebabnya dapat saja karena mahasiswa tersebut
malas, tidak pernah belajar atau bodoh, atau karena mahasiswa tersebut sedang
ada masalah dirumahnya, dan sebagainya.
Factor – factor internal
atau eksternal menjadi penyebab perilaku orang juga dapat dilihat dari dimensi
apakah factor tersebut stabil atau tidak stabil. Misalnya, tingkat intelegensi
seseorang adalah factor internal yang stabil, sementara suasana hatinya adalah
berasala dari factor internal.
Penilaian tentang apakah
factor tersebut tetap atau tidak tetap akan mempengaruhi persepsi kita terhadap
orang lain. Misalnya, jika teman adalah seorang pemarah, kita akan menilai hal
itu disebabkann ioleh factor internal yang tetap (karena ia memang sering
marah). Akan tetapi seseorang teman lain yang terkenal periang suatu hari kita
temukan sedang marah – marah.. pada saat itu tentu kita menilai bahwapastilah
ada sesuatu yang membuatnya marah.
C.
Teori-teori Atribusi
1. Correspondent inference theory (teori
penyimpulan terkait)
Teori ini difokuskan pada
orang yang dipersepsikan. Teori ini sendiri deikmebangkan oleh Edwards E. Jones
dan Keith Davis (1965). Mereka mengatakan bahwa dalam menjelaskan suatu
kejadian tertentu, kita akan mengacu pada tujuan atau keinginan seseorang
sesuai dengan sikap dan perilakunya. Saan ingin memahami perilaku seseorang
dengan informasi yang terbatas (seseorang yang tidak atau kurang kita kenal),
kita akan menyimpulkan dari hal yang sesuai dengan apa yang kita lihat acuan.
Menurut teori ini perilaku merupakan
informasi yang kaya. Dengan demikian apabila kita mengamati perilaku orang lain
dengan cermat maka kita akan dapat mengambil beberapa kesimpulan.
2.
Casual Anaysis Theory (Teori Analisis Kasual)
Menurut
Kelley, parapengamat perilaku orang lain bertindak seperti ilmuwan yang naif,
mengumpulkan berbagai informasi tentang perilaku dan menganalisis polanya
seupaya bisa dimengerti. Dengan kesimpulan yang diperoleh, pengamat menentukan
atribusi apa yang harus dilakukan. Tidak seperti teori sebelumnya, dalam teori
ini, suatu perilaku orang bisa menimbulkan perilaku lain sebagai sebab –
akibatnya.
D.
Bias-bias dalam atribusi (attrutional biases)
Dalam menganalisis suatu perilaku kita
tentunya mnemukan beberapa bias atau kesalahan sebagai bentuk lain dari kognisi
sosial. Ada dua jenis bias dalam atribusi :
1. Bias Konitif
(Cognitive Biases)
Disini disebutkan bahwa atribusi merupakan suatu
proses yang rasional dan logis. Teori atribusi menjelaskan bahwa manusia
mengolah informasi dengan cara yang rasional sehingga bisa memperoleh informasi
yang benar-benar objektif dan kesimpulan yang diambil juga objektif. Meskipun
begitu para peneliti mengungkapkan bahwa pada dasarnya manusia adalah makhluk
yang jarang menggunakan logikannya. Ada beberapa aspek yang perlu diperhatikan
dalam bias kognitif ini yaitu, Salience, Memberikan atribusi lebih pada
disposisi (overattributing to dispositions), dan Pelaku vs Pengamat.
2. Bias Motivasi
(Motivasi Biases)
Bias ini muncul dari
usaha yang dilakukan manusia untuk memenuhi kepentingan dan motivasi mereka.
Seperti dijelaskan sebelumnya, bias kognitif timbul dari anggapan bahwa seolah-olah
manusia hanya memiliki satu kebutuhan, yaitu kebutuhan untuk memperoleh
pemahaman yang jelas dan menyeluruh tentang lingkungannya. Sementara dalam
kenyataannya, manusia memiliki kebutuhan lain, seperti kasih sayang, percaya
diri, harga diri, kebutuhan materi, yang sering kali tidak diindahkan. Padahal
kebutuhan -kebutuhan tersebut ternyata juga memiliki peran yang penting dalam
menimbulkan kesalahan atribusi.
Bias motivasi yang paling sering muncul adalah apa yang disebut
pengutamaan diri sendiri (self-serving biases) istilah ini sendiri menjelaskan
atribusi yang menekankan pada ego atau mempertahankan percaya diri sendiri.
Setiap orang cenderung untuk membenarkan diri dan menyalahkan orang lain.
E. Atribusi Tentang Diri
(self)
Salah satu hal yang menarik dalam teori atribusi adalah
orang yang memiliki presepsi berdasarkan kondisi internalnya sendiri, sama
seperti saat mereka memiliki presepsi tentang kondisi orang lain. Sama seperti
atribusi tentang orang lain, dalam atribusi
tentang diri sendiri kita mencari sebab-akibat suatu tindakan yang kita
lakukan.
Hal ini tentunya juga
berhubungan dengan atribusi disposisi dan situasional yang ada. Saat kita bisa
mengenal dan memahami dengan baik factor – factor ekstenal yang mendorong kita
melkukan suatu hal, kita bisa dengan mudah menyebutnya sebagai tindakan yang
didasarkan pada atribusi eksternal atau situasional. Sebaliknya, saat factor
eksternal itu tidak ada, berarti atribusi disposisi (internal) bisa lebih
menjelaskan perilaku kita.
Pendekatan ini
memberikan pemahaman tentang persepsi diri mengenai sikap, motivasi, dan emosi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar